Apa Itu Tawaf Ifadhah
Tawaf Ifadhah adalah salah satu dari macam-macam tawaf, yang juga dikenal sebagai Tawaf Ziyarah atau Tawaf Rukn, adalah tawaf wajib yang menjadi puncak dari rangkaian ibadah haji, dilakukan setelah jamaah melakukan wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah, dan melempar jumrah Aqabah di Mina. Secara bahasa, “Ifadhah” berarti penyebaran, karena jamaah “menyebar” dari tempat ibadah di Mina kembali ke Masjidil Haram untuk menyelesaikan hak Allah. Dalam konteks ibadah, Tawaf Ifadhah merupakan rukun haji yang tidak boleh ditinggalkan, melambangkan kekhusyukan dan penghormatan terakhir kepada Baitullah sebagai bagian dari penyelesaian ibadah haji. Perbedaan utamanya dengan tawaf lain (seperti qudum atau wada’) terletak pada statusnya sebagai rukun, sehingga keterlambatan atau kelalaian berdampak fatal pada keabsahan haji secara keseluruhan.
Hukum Tawaf Ifadhah Adalah Rukun Haji
Hukum Tawaf Ifadhah adalah wajib mutlak (rukun), dan tidak ada satu pun mazhab dalam fiqih Islam yang menyalahinya. Jika ditinggalkan, maka haji tersebut dianggap batal dan tidak bisa diganti dengan denda (dam) atau qiran, karena ini adalah pilar utama yang tidak tegak tanpanya. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila engkau telah melempar jumrah Aqabah di hari Id, maka sesungguhnya telah halal bagimu semuanya, kecuali jima’ (hubungan suami istri)” (HR al-Bukhari, no. 1750), yang menunjukkan keterkaitan langsung antara tawaf ini dengan tahallul, yaitu puncak perizinan syar’i dalam ibadah haji.
Pendapat ulama dari seluruh mazhab empat:
Mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hanbali: Menyatakan Tawaf Ifadhah sebagai rukun, wajib, dan batal haji jika tidak dilakukan.
Mazhab Hanafi: Meskipun menyebutnya sebagai syarat sah, namun pada praktiknya, jika tidak dilakukan, maka haji batal, sehingga efeknya sama dengan rukun.
Dengan demikian, seluruh ulama bersepakat (ijma’) bahwa Tawaf Ifadhah adalah ibadah yang tidak bisa ditawar, dan menjadi batu penentu keberhasilan ibadah haji.
Kapan Tawaf Ifadhah Dilakukan?
Waktu yang paling utama (afdhal) untuk melakukan Tawaf Ifadhah adalah pada hari Idul Adha (10 Dzulhijjah), segera setelah melempar jumrah Aqabah di Mina, dan dilanjutkan dengan tahallul (cukur rambut atau berpendek rambut). Ini adalah tata urutan yang paling sesuai dengan sunnah, karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya demikian, berdasarkan hadis dari Aisyah radhiyallahu ‘anha.
Namun, jika karena alasan kemacetan, kesibukan, atau kesehatan tidak dapat melakukannya pada tanggal 10, maka waktu pelaksanaan bisa ditunda hingga akhir masa hari tasyriq, yaitu hingga akhir 13 Dzulhijjah. Meski demikian, menunda tawaf ini hingga hari-hari terakhir adalah kurang afdhal, karena mengundang risiko tidak selesai sebelum pulang ke tanah air.
Kapan Batas Akhir Mengerjakan Tawaf Ifadhah?
Batas akhir (akhir waktu) mengerjakan Tawaf Ifadhah adalah sebelum jamaah meninggalkan kota Mekkah untuk kembali ke tempat tinggalnya. Artinya, selama jamaah masih berada di Mekkah, maka tawaf ini bisa dilakukan, meski setelah 13 Dzulhijjah. Namun, praktik ini sangat berisiko, karena mengandung potensi meninggalkan Mekkah tanpa menyelesaikan rukun utama haji, yang menyebabkan haji batal.
Karena itulah, dianjurkan keras untuk menyelesaikan tawaf ini sebelum waktu-waktu yang kritis, terutama menjelang keberangkatan, untuk menghindari keterlambatan. Konsekuensi langsung jika seorang jamaah pulang ke tanah air tanpa melakukan Tawaf Ifadhah adalah haji-nya tidak diterima, dan dia harus mengulang ibadah haji di tahun berikutnya jika mampu.
Cara Melakukan Tawaf Ifadhah
Tata cara (furu’) Tawaf Ifadhah sama persis dengan tata cara tawaf umrah atau tawaf wajib lainnya, yang bersumber dari tuntunan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim. Berikut urutannya:
Niat (dalam hati): Berniat melakukan Tawaf Ifadhah sebagai rukun haji, semata-mata karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak perlu dilafalkan.
Mulai dari Hajar Aswad: Berdiri sejajar dengan Hajar Aswad. Jika memungkinkan, cium atau sentuh Hajar Aswad sambil mengucapkan Allahu Akbar. Jika tidak, cukup memberi isyarat dengan tangan kanan dari kejauhan disertai lafal Allahu Akbar.
Lakukan Tujuh Putaran: Mengelilingi Ka’bah tujuh kali putaran, dengan Ka’bah selalu berada di sebelah kiri jamaah. Arahnya adalah berlawanan arah jarum jam, dengan menghadap ke arah Ka’bah pada bagian yang sedang dilalui. Jumlah tujuh putaran ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam QS Al-Hajj ayat 29, yang memerintahkan tawaf secara berulang.
Bacaan Selama Tawaf: Pada setiap kali melewati Hajar Aswad (akhir putaran), disunnahkan mengucapkan Allahu Akbar. Pada saat memasuki putaran antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad, dianjurkan untuk membaca doa Rabbana atina fid-dunya hasanah wa fil akhirati hasanah wa qina ‘adzaban-nar (QS Al-Baqarah: 201). Sementara, sepanduan jalan, perbanyaklah membaca dzikir seperti Subhanallah, Alhamdulillah, dan Allahu Akbar.
Selesai di Hajar Aswad: Setelah putaran ketujuh selesai, kembali ke titik awal, yaitu Hajar Aswad.
Shalat Sunnah Dua Rakaat (Jika Memungkinkan): Melaksanakan shalat sunnah dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim, dengan rakaat pertama membaca surat Al-Kafirun dan rakaat kedua surat Al-Ikhlas. Namun, karena keramaian, shalat ini boleh dilakukan di mana saja di Masjidil Haram.
Apakah Tawaf Ifadhah Tetap Harus Pakai Ihram?
Ya, wajib. Jamaah haji wajib berada dalam keadaan ihram saat melakukan Tawaf Ifadhah. Ihram yang dikenakan saat ini adalah ihram yang sama dengan ihram wukuf di Arafah. Tawaf Ifadhah merupakan salah satu dari tiga bagian akhir manasik haji (setelah melempar jumrah dan tahallul awwal).
Tahallul (dibolehkan kembali): Setelah tawaf Ifadhah, barulah jamaah diizinkan melakukan tahallul tsani (tahallul kedua), yaitu dibolehkan kembali hubungan suami-istri. Ini menunjukkan bahwa tawaf ini adalah penutup dari semua larangan haji, kecuali hubungan suami-istri, yang baru dihalalkan setelah tawaf.
Apakah Tawaf Ifadhah Pakai Sai?
Kewajiban melakukan sa’i setelah Tawaf Ifadhah tergantung pada jenis haji yang dilakukan oleh jamaah:
Haji Tamattu’ dan Haji Qiran: Wajib melakukan sa’i setelah Tawaf Ifadhah. Ini karena, pada dua jenis haji ini, tawaf umrah dan sa’i dilakukan terpisah sebelum wukuf, dan tawaf haji (Ifadhah) harus dilanjutkan dengan sa’i haji.
Haji Ifrad: Tidak wajib melakukan sa’i setelah Tawaf Ifadhah. Karena pada haji Ifrad, jamaah hanya melaksanakan satu kali tawaf dan satu kali sa’i, yaitu tawaf dan sa’i tersebut adalah tawaf dan sa’i hajinya, yang dilakukan setelah wukuf.
Oleh karena itu, status sa’i setelah tawaf Ifadhah bukan kewajiban mutlak untuk semua jamaah, tetapi tergantung pada niat haji yang diikrarkan di miqat pertama.
Kesimpulan: Tawaf Ifadhah, Kunci Kebangkitan Ibadah Haji
Tawaf Ifadhah bukan sekadar ritual, melainkan rukun yang menghidupkan haji. Memahami pengertian, hukum, waktu, tata cara, dan kaitannya dengan ihram dan sa’i berdasarkan dalil shahih adalah tanggung jawab setiap jamaPastikan kita mengetahui apapun terkait Tawaf, Dengan memastikan tawaf ini dilakukan tepat waktu dan syar’i, maka ibadah haji akan menuju derajat mabrur. Pastikan haji sesuai sunnah dan umroh bersama travel umroh sunnah